Sedikit Risiko, Vape Bisa Jadi Jembatan Berhenti Merokok?

Jum'at, 11 Oktober 2019 - 09:31 WIB
Sedikit Risiko, Vape Bisa Jadi Jembatan Berhenti Merokok?
Sedikit Risiko, Vape Bisa Jadi Jembatan Berhenti Merokok?
A A A
JAKARTA - Bagi sebagian orang, rokok elektrik bisa menjadi alternatif merokok yang dinilai memiliki risiko lebih kecil dan efektif menekan tingginya prevalensi perokok aktif di Indonesia. Hal itu diungkap Dokter Arifandi Sanjaya.

Dijelaskannya, rokok elektrik jauh lebih baik ketimbang rokok konvensional, baik dari derajat pemanasan maupun zat kimia yang terbentuk dari proses pemanasan tersebut.

”Beberapa pasien saya sempat mencoba (vape). Ternyata yang punya amandel, punya asma, lebih jarang kambuh dibanding saat masih menggunakan rokok," kata Arifandi dalam diskusi #sayapilihvape, di kawasan Ampera, Jakarta Selatan.

Namun, jika pertanyaannya lebih baik beralih ke vape atau langsung berhenti merokok, maka jawabannya sebaiknya langsung berhenti merokok. ”Kalau bisa. Tapi kan tidak semua orang bisa. Makanya, vape bisa sebagai jembatan untuk orang yang mau berhenti merokok karena sensasinya mirip rokok,” jelas dia.

Arifandi juga tidak menampik jika vape memiliki risiko. Hanya saja jauh lebih kecil dibandingkan rokok biasa. ”Risiko tersebut bisa diminimalisir dengan bekal informasi yang cukup dalam penggunaannya,” ujar Arifandi.

Untuk meminimalisir risiko penggunaan vape, beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan bagi para vapers. Pertama, perawatan dari mod atau alat vapenya itu sendiri. Mulai dari baterai sampai bagian lainnya.

”Jangan overcharging. Kalau pembungkusnya sudah rusak ya harus dibenerin lagi. Yang namanya kawat, kapas, tentu ada masa berlakunya. Kalau sudah dipakai tiga sampai empat hari harus diganti," sarannya.

Penggunaan liquid juga harus diperhatikan. Baiknya vapers menyesuaikan jumlah liquid dengan tingkat konsumsi nikotin saat masih menggunakan rokok konvensional. ”Yang penting jangan over (berlebihan),” tegas Arifandi.

Dalam diskusi, Arifandi juga sedikit menyinggung terkait ramainya kasus kematian yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Dia meyakini tidak akan terjadi di Indonesia. Sebab kasus itu diakibatkan penyalahgunaan narkotika.

”Kematian di AS masalahnya ada di THC (tetrahydrocannabinol) oil (ekstrak ganja) yang bisa bikin yang namanya lipoid pneumonia. Jadi masalah di paru-paru yang disebabkan dari terjebaknya minyak di dalam. Di Indonesia sendiri THC jelas dilarang,” ungkapnya.

Meski lebih aman dibandingkan rokok, Arifandi menyarankan para vapers untuk tetap menjalankan pola hidup sehat. Dengan cara seperti banyak mengonsumsi air putih dan berolahraga. Efektivitas vape sebagai alternatif menekan jumlah perokok itu sejalan dengan hasil penelitian di Inggris. Action on Smoking and Health (ASH) mengumumkan hasil temuan tersebut.

Badan amal kesehatan yang bekerja untuk menghilangkan bahaya disebabkan penggunaan tembakau dengan sumber dana dari Cancer Research UK dan British Heart Foundation itu mengungkap, sekitar 3,6 juta orang di Inggris merupakan pengguna vape dengan status mantan perokok pada 2019.

Temuan yang dirilis pada akhir September 2019 itu mencatat, berdasarkan data kantor pusat statistik nasional, terdapat sekitar 7,2 juta perokok di Inggris pada 2018. Sementara dari total pengguna vape, sebanyak 54,1 persen di antaranya adalah mantan perokok.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4729 seconds (0.1#10.140)